Sabtu, 30 Maret 2013

Tumis Kulit Cempedak (Mandai)

Makanan yang satu ini sangat aku gemari. Mama kadang mengirim bahannya yang sudah diasinkan dari Kalimantan-Selatan. Menurutku  kulit cempedak (Artocarpus champeden) yang ada di Jakarta terlalu keras.  Resep temanku direbus terlebih dahulu agar lunak.

Bahan:
Kulit cempedak dari satu buah 
Garam 1 sendok makan
4 siung bawang merah (sesuai selera)
2 siung bawang putih
Cabai merah (sesuai selera)


Cara Membuat:
Kupas kulit cempedak. Cuci. Bila kulit terlalu keras rebus hingga cukup empuk. Masukkan dalam toples, taburi garam  tambahkan air hingga menutupi kulit kemudian tutup. Diamkan lebih dari satu hari, kalau garamnya banyak bisa bertahan hingga setahun.

Keluarkan kulit cempedak dari toples. Tiriskan. Ingin memperoleh hasil yang renyah, peras kulit cempedak. Potong-potong kulit cempedak sesuai selera (kecil atau besar). Goreng hingga setengah matang. Minyaknya kurangi. Tambahkan  bawang merah, bawang putih, cabai merah yang sudah diiris tipis. Taraa Mandai sudah siap disantap.

Mandai dengan bumbu ulek: dok pri
Cara lain adalah bawang merah, bawang putih, cabai merah diulek hingga halus. Selanjutnya ditumis, setelah harum masukkan kulit cempedak. Boleh tambahkan air sedikit. Terlihat sudah empuk dan bumbu meresap pada kulit. Matikan api. Sajikan.

Jumat, 29 Maret 2013

Sholat di Mesjid


Mesjid Agung Al Karomah Martapura Kalimantan Selatan
 dok pri

Ketika aku pulang kerja anak-anak sedang nonton TV. Kemudian mereka bermain. Deuh kakak belum sholat Asar. Aku ingatkan malah adiknya berkata, “Tidak! Tidak boleh!”
“Sebentar saja Dek,” ujarku. Ia mengangguk.
Jelang Magrib. Mereka masih saja bermain. Aku mandi. Ketika azan tiba aku masih saja belum selesai. Aku sedang berhalangan sholat jadi tak terburu-buru.
Biasanya anak-anak ke mesjid. Kudengar dari kamar mandi mereka masih riuh dengan permainannya. Aku berteriak, “Azra cepat ke mesjid. Adek juga!” Bukan contoh yang baik berbicara dari kamar mandi dan berteriak.
“Tidak. Aku maunya abang dan aku sholat di rumah saja.” Aku membahasakan panggilan dengan kakak sedang mereka maunya abang.
Terdengar Kakak membujuk, “Dek, mau masuk surga gak? Di sana enak. Adek mau minta apa saja Allah akan beri. Makanya sholat ke mesjid, Dek?"
“Aku gak mau.”
“Hah Adek mau masuk neraka?”
“Ya deh aku mau ke mesjid.”
Terdengar mereka membuka pintu lalu suara sandal sayup-sayup. “Tuplak. Tuplak.”
Sebenarnya aku tak setuju kata-kata neraka disampaikan pada anak kecil. Aku lebih senang surga. Beribadah membayangkan yang indah. Tentu saja kalau sudah paham lebih baik ibadah dikaitkan dengan Allah.
Ketika sholat Isya, rewardnya lebih gampang Adek mau ke mesjid asal aku membuatkan es teh untuknya.